Jangan takut akan kematian

Karena kematian merupakan hal yang ditunggu tungu oleh setiap manusia agar bisa menyatu dengan brahman

Gambaran umum tentang perjalanan manusia sejak meninggalkan badan kasar sampai dengan mencapai tujuan akhirnya, moksa dalam bagian 1, dalam bagian ini akan diberikan penjelasan tambahan terhadap beberapa aspek dari peristiwa yang sangat penting bagi jiwa tersebut.
Dikatakan bahwa jika keluar dari badan dan pergi mengikuti cahaya matahari, bagaimana kalau kita meninggal pada malam hari ?
Demikian juga ada kepercayaan bahwa waktu yang baik untuk mati adalah ketika matahari berjalan ke utara (utarayana), bagaimana bila kita meninggal pada waktu matahari berjalan kea rah selatan (daksinayana). Bukankah kita tidak mungkin mengatur kapan kita akan mati ? sifat-sifat kebiasaan (Moksa) dijelaskan lebih lanjut. Tujuan dari penjelasan ini adalah agar kita dapat mengetahui lebih mendalam tentang dunia dibalik kematian, berdasarkan sumber kitab suci weda.

Omswastyastu

Semoga tuhan selalu melindungi kita
Aliran Nativisme
Pada hakekatnya aliran nativisme bersumber dari leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak, oleh karena itu factor lingkungan termasuk factor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Kharismaputra, 2009). Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetic dari kedua orang tua.
Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir/bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealism dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan factor alam yang kodrati. Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) (Kharismaputra, 2009) yang beranggapan bahwa factor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimism yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh factor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.
Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya factor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada factor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jati diri) (Kharismaputra, 2009).


2.1.1        Faktor-Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme
1.      Faktor genetik
Adalah factor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar (Kharismaputra, 2009).

2.      Faktor Kemampuan Anak
Adalah factor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya(Kharismaputra, 2009).

3.      Faktor pertumbuhan Anak
Adalah factor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki (Kharismaputra, 2009).

2.1.2    Tujuan-Tujuan Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz:Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sejalan dengan  G. Leibnitz:Monad, dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) (Kharismaputra, 2009) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia diharapkan:


1.      Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.

2.      Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.

3.      Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik untuk dirinya.

4.      Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.

5.      Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya sehingga bisa llebih optimal.


2.1.4    Aplikasi Pada Masa Sekarang
Untuk mendukung teori Nativisme di era sekarang banyak dibuka pelatiahan dan kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat yang dibawa sejak lahir itu dilatih dan dikembangkan agar setiap individu manusia mampu mengolah potensi diri. Sehingga potensi yang ada dalam diri manusia tidak sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.
Tetapi pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang mengetahui bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada usia dini sedikit mendapat paksaan dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan hilang karena sikap otoriter orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat anak (Kharismaputra, 2009).
Lembaga pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang denag baik sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal. Tanpa disadari di lembaga pendidikan pun juga dibuka kegiatan-kegiatn yang bisa mengembangkan dan menyalurkan bakat anak diluar kegiatan akademik. Sehingga selain anak mendapat ilmu pengetahuan didalam kelas, tetapi juga bisa mengembangkan bakat yang dimilikinya.


Pura Mengening Desa Pakraman Sareseda, TampakSiring, Gianyar, Bali.

Sejarah Pura Mengening
Bahwasannya suatu tempat, Pura, Desa, Banjar pasti memiliki latar belakang atau sejarah tersendiri. Di dalam pemberian nama ada beberapa alternatif yang digunakan antara lain berdasarkan : kejadian di massa lalu, keadaan alam, nama daerah asal mereka, mata pencaharian, situasi kondisi saat menentukan daerah itu ataupun nama orang yang berjasa dalam merintis daerah itu dan sebagainya.
Pada umumnya kebanyakan desa, banjar diketahui melalui cerita-cerita rakyat secara turun temurun dari nenek moyang atau leluhur mereka, dan ada pula yang terbukti secara tertulis dalam prasasti, babad, pamencangah dan lain-lain yang bersifat cerita rakyat sering sekali menimbulkan banyak persepsi dalam pengungkapan sejarah Pura tersebut.
Di ceritakan sekarang dari Besakih, ada pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading. lalu di bawalah kedua anak tersebut oleh I Dukuh Sangkul Putih bersama dengan para pemangkudan I Sangkul putih memberikan nama kepada kedua anak tersebut, dengan nama I Sula untuk yang Laki-Laki dan Ni Suli untuk yang perempuan
I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar). 
Ada cerita dari Bhatara indra yang ada di tirtha empul tampak siring sedangkan Bhatara Hyang Suci Nirmala yang ada di Mengening Tampak Siring. Ada desa bangunan Bhatara Indra yang bernama Desa Manukaya   sedangkan desa bangunan Bhatara Hyang Suci Nirmala yaitu Desa Saresidhi setelah meninggalnya Raja Maya Denawa bernama Desa Sareseda. Demikian kisahnya terdahulu.
Ada sabda atau Waranugraha Bhatara Hyang suci Nirmala, Tirtha kamening ini direstui oleh Ida Bhatara Hyang Suci Nirmala, terjadilah Sidhi Wakya (tercapai segala yang di mohon) Sarwa Tattwa adnyana sandi (segala yang bersifat ketuhanan juga dicapai) beserta segala pikiran berhasil baik pahalanya. Demikian sabda beliau Bhatara Hyang Suci Nirmala, seyogyanya patut diterima oleh desa saresidhi, Wakbadja sarwa Tattwa ya (segala ucapan yang berpedoman pada filsafat (agama). Demikian kisahnya dahulu, tidak diceritakan .
Cerita I Gusti Pasek yang berasal dari majapahit yang tinggal di Bali bersama 9 orang, lalu diingatkan oleh Ida Bhatara Hyang Indra untuk tinggal di desa Tataq.
Lalu ada berita dari Bhatara, di minta untuk membagi  Tirtha Kamanalune di Darmada untuk Tirtha jernih untuk orang meninggal yang berada di medan perang, lalu I Gusti Pasek menatad Tirtha sambil mengutuk Tirha Surudayu, di jagalah oleh I Gusti Pasek Bendesa, tatadan menjadi Desa Tataq Manukaya dinamakan.
Dinamakan Tirtha Surudayuning Perang, seyogyanya Ida Bujangga di Tirha Empul, hyang Indra bersabda kepada Ida Bujangga, seharusnya melakukan Pewitra Siwa Karama atau pasangkepan dengan membawa Genitri, Maswamba tegep dengan perlengkapan sesuai dengan rencana beserta sabda dari Sang Hyang Suci Nirmala. Seyogyanya Ida Bujangga memutuskan di Pura beliau bersama Pura Tirtha Empul Pura Kamaning. Demikian sabda Ida Sang Hyang Indra bersama Sang Hyang Suci Nirmala.
Tirtha kamening tidak pantas lagi dimantrai oleh sang Bramana atau pendeta apalagi brahmana yang belum menjadi pendeta sangat hati-hati sebab akan menjadi neraka bagi sang brahmana tersebut.
Sebab lain munculnya tirtha tersebut, Sang Hyang Siwa sebagai Bapaknya Sang Hyang Sunia Murti bernama Bhatara Brahma, Bhatara Brahma bernama geni. Demikian kisahnya terdahulu.
Ida Bujangga mempunyai ayah Sang Hyang Sunia Ening. Sang Hyang Sunia Ening bernama Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Wisnu bernama juga Sang Hyang Maha Suci Nirmala. Air jernih bermula dari kesucian jagat, jagat bernama Bhatara Jagatnatha Sarasidhi. Lagi pula Sang Hyang Brahmana Siwa seyogyanya membersihkan dunia, Ida Bujangga seharusnya membersihkan Pura Mengening, Tirtha Empul, Pura Masceti, Pura Bedugul, Pura Ulun Suwi, Pura Batur, Pura Ulun Danu, Panarajon beberapa pura Ida Bhetara Wisnu sebagai pendeta beliau. Jangan tidak hati-hati lepas dari pedoman lontar Usana Bali Sang Brahmana dan Sang bujangga, kalau Sang Brahmana memantrai Tirtha atau mengembalikan mantra, akan terjadi air danau mengecil, sumber mata air mengecil, sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha tersebut. Sebab ada pertapaan bhatara yang terdahulu membawa dua (2) tangkai bunga putih, kemudian menyatukan pikiran, dua tangkai bunga, muncullah dua widyadari beserta dua manusia pengikutnya, yang satu tidur dan yang satu lagi sadar. Setelah bangundari tidur, ditinggal dari kejauhan dan yang tidur menjadi pulasar, itu yang di ke Bali beserta Ida Bhatara Indra sejak membunuh Raja Sri Raja Maya Denawa. Seyogyanya Ida Bujangga berada di tirtha empul untuk membersuhkan segala letuh atau mala yang dapat di lebur dengan tirtha darmada. Ada 33 pancoran tirtha. Dan untuk Orang meninggal di namakan Tirtha Pengentas bersama tirtha pembersih di  Ida Darmadan bersama Sang Brahmana seharusnya tidak boleh menunas, Sang Ksatria, Wesya, Arya seharusnya boleh menunas, beserta semua manusia boleh menunas, terjadilah pawisik atau wahyu, yang ditujukan kepada semua manusia boleh menunas tirtha tersebut begitulah kata Ida Bujangga.
Kalau ada upacara panca Yadnya, bernama upacara Utama, apayang tersirat pada lontar Usana Bali dan tidak dimantrai oleh Brahmana sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha Kamaning Jagat. (Jagat namanya Bhatara Jagatnatha)
Jika ada Orang Bali yang akan melakukan upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya serta ingin menyucikan pura,dunia seharurnya nunas/meminta Tirtha yaitu Tirtha Kamandalu di Pura Tirtha Empul dan Pura Kamaning/Mengening dan kalau tidak menunas Tirtha tersebut maka upacara yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik, demikian kisah terdahulu.
Bhatara Hyang Indra Wastran/lambang kain beliau berwarna putih, Indra dinamakan pemutaran Jagat, Pangindra sebagai Ratunya Perang, Indra penguasa Jagat, Indra berada di 3 dunia.
Bhatara Hyang Suci Nirmala Wastran/lambang kain beliau Kuning Penguasa Jagat.
Demikian musyawarah Sang Hyang catur buana, beserta Bhatari Sacipati, dan musyawarah untuk semua para Dewa dinamakan Pura Gumang, empat jalan keluar beserta Bhatara Sacipati . demikian kisah terdahulu.
Nah Desa Sareseda, Manukaya, merupakan cerita para dewa terdahulu. Pada waktu Ida dalem Masula Masuli beserta kerajaan dari pejeng memberitahukan semua patih dan para mentri serta rsi empu Ginijaya, empu Maha meru, empu Gana, Empu Kuturan beserta perbekel Bali. Pada waktu itu Ada pembicaraan Sri Bhupalaka raja Bali kepada semua Empu serta I Perbekel Bali dengan Bendesa Wayah menimbulkan banyak orang didesa pejeng, dihulu sungai pekerisab, sebelah Timur Sungai petanu, semenjak itu juga Raja Bali berbicara supaya mengerjakan atau memperbaiki Pura Mengening pelinggih Bhatara Hyang Maha Suci Nirmala, bernama Maha Prasada Agung.
Sebagai arsitektur dari bangunan Maha Presada Agung adalah Empu Raja Kerta (Empu Kuturan), juga memakai dasar asal mula lontar Asta Kosala Kosali, semenjak itu senang orang Bali semua, mendirikan pura-pura persembahan dunia semua
Sebagai manggala pendirian perbaikan pura itu adalah Sri Aji Masula Masuli beserta rakyat Bali semua, senang membangun pura, serta urunan bahan paras, serta alat lainya seperti Batuh, Pejeng, Tampaksiring.

Semenjak itu rakyat Bali sangat giat membangun pura di mengening yang sudah direncanakan oleh I Bendesa Wayah.







Sejarah Pura Mengening
Bahwasannya suatu tempat, Pura, Desa, Banjar pasti memiliki latar belakang atau sejarah tersendiri. Di dalam pemberian nama ada beberapa alternatif yang digunakan antara lain berdasarkan : kejadian di massa lalu, keadaan alam, nama daerah asal mereka, mata pencaharian, situasi kondisi saat menentukan daerah itu ataupun nama orang yang berjasa dalam merintis daerah itu dan sebagainya.
Pada umumnya kebanyakan desa, banjar diketahui melalui cerita-cerita rakyat secara turun temurun dari nenek moyang atau leluhur mereka, dan ada pula yang terbukti secara tertulis dalam prasasti, babad, pamencangah dan lain-lain yang bersifat cerita rakyat sering sekali menimbulkan banyak persepsi dalam pengungkapan sejarah Pura tersebut.
Di ceritakan sekarang dari Besakih, ada pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading. lalu di bawalah kedua anak tersebut oleh I Dukuh Sangkul Putih bersama dengan para pemangkudan I Sangkul putih memberikan nama kepada kedua anak tersebut, dengan nama I Sula untuk yang Laki-Laki dan Ni Suli untuk yang perempuan
I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar). 
Ada cerita dari Bhatara indra yang ada di tirtha empul tampak siring sedangkan Bhatara Hyang Suci Nirmala yang ada di Mengening Tampak Siring. Ada desa bangunan Bhatara Indra yang bernama Desa Manukaya   sedangkan desa bangunan Bhatara Hyang Suci Nirmala yaitu Desa Saresidhi setelah meninggalnya Raja Maya Denawa bernama Desa Sareseda. Demikian kisahnya terdahulu.
Ada sabda atau Waranugraha Bhatara Hyang suci Nirmala, Tirtha kamening ini direstui oleh Ida Bhatara Hyang Suci Nirmala, terjadilah Sidhi Wakya (tercapai segala yang di mohon) Sarwa Tattwa adnyana sandi (segala yang bersifat ketuhanan juga dicapai) beserta segala pikiran berhasil baik pahalanya. Demikian sabda beliau Bhatara Hyang Suci Nirmala, seyogyanya patut diterima oleh desa saresidhi, Wakbadja sarwa Tattwa ya (segala ucapan yang berpedoman pada filsafat (agama). Demikian kisahnya dahulu, tidak diceritakan .
Cerita I Gusti Pasek yang berasal dari majapahit yang tinggal di Bali bersama 9 orang, lalu diingatkan oleh Ida Bhatara Hyang Indra untuk tinggal di desa Tataq.
Lalu ada berita dari Bhatara, di minta untuk membagi  Tirtha Kamanalune di Darmada untuk Tirtha jernih untuk orang meninggal yang berada di medan perang, lalu I Gusti Pasek menatad Tirtha sambil mengutuk Tirha Surudayu, di jagalah oleh I Gusti Pasek Bendesa, tatadan menjadi Desa Tataq Manukaya dinamakan.
Dinamakan Tirtha Surudayuning Perang, seyogyanya Ida Bujangga di Tirha Empul, hyang Indra bersabda kepada Ida Bujangga, seharusnya melakukan Pewitra Siwa Karama atau pasangkepan dengan membawa Genitri, Maswamba tegep dengan perlengkapan sesuai dengan rencana beserta sabda dari Sang Hyang Suci Nirmala. Seyogyanya Ida Bujangga memutuskan di Pura beliau bersama Pura Tirtha Empul Pura Kamaning. Demikian sabda Ida Sang Hyang Indra bersama Sang Hyang Suci Nirmala.
Tirtha kamening tidak pantas lagi dimantrai oleh sang Bramana atau pendeta apalagi brahmana yang belum menjadi pendeta sangat hati-hati sebab akan menjadi neraka bagi sang brahmana tersebut.
Sebab lain munculnya tirtha tersebut, Sang Hyang Siwa sebagai Bapaknya Sang Hyang Sunia Murti bernama Bhatara Brahma, Bhatara Brahma bernama geni. Demikian kisahnya terdahulu.
Ida Bujangga mempunyai ayah Sang Hyang Sunia Ening. Sang Hyang Sunia Ening bernama Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Wisnu bernama juga Sang Hyang Maha Suci Nirmala. Air jernih bermula dari kesucian jagat, jagat bernama Bhatara Jagatnatha Sarasidhi. Lagi pula Sang Hyang Brahmana Siwa seyogyanya membersihkan dunia, Ida Bujangga seharusnya membersihkan Pura Mengening, Tirtha Empul, Pura Masceti, Pura Bedugul, Pura Ulun Suwi, Pura Batur, Pura Ulun Danu, Panarajon beberapa pura Ida Bhetara Wisnu sebagai pendeta beliau. Jangan tidak hati-hati lepas dari pedoman lontar Usana Bali Sang Brahmana dan Sang bujangga, kalau Sang Brahmana memantrai Tirtha atau mengembalikan mantra, akan terjadi air danau mengecil, sumber mata air mengecil, sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha tersebut. Sebab ada pertapaan bhatara yang terdahulu membawa dua (2) tangkai bunga putih, kemudian menyatukan pikiran, dua tangkai bunga, muncullah dua widyadari beserta dua manusia pengikutnya, yang satu tidur dan yang satu lagi sadar. Setelah bangundari tidur, ditinggal dari kejauhan dan yang tidur menjadi pulasar, itu yang di ke Bali beserta Ida Bhatara Indra sejak membunuh Raja Sri Raja Maya Denawa. Seyogyanya Ida Bujangga berada di tirtha empul untuk membersuhkan segala letuh atau mala yang dapat di lebur dengan tirtha darmada. Ada 33 pancoran tirtha. Dan untuk Orang meninggal di namakan Tirtha Pengentas bersama tirtha pembersih di  Ida Darmadan bersama Sang Brahmana seharusnya tidak boleh menunas, Sang Ksatria, Wesya, Arya seharusnya boleh menunas, beserta semua manusia boleh menunas, terjadilah pawisik atau wahyu, yang ditujukan kepada semua manusia boleh menunas tirtha tersebut begitulah kata Ida Bujangga.
Kalau ada upacara panca Yadnya, bernama upacara Utama, apayang tersirat pada lontar Usana Bali dan tidak dimantrai oleh Brahmana sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha Kamaning Jagat. (Jagat namanya Bhatara Jagatnatha)
Jika ada Orang Bali yang akan melakukan upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya serta ingin menyucikan pura,dunia seharurnya nunas/meminta Tirtha yaitu Tirtha Kamandalu di Pura Tirtha Empul dan Pura Kamaning/Mengening dan kalau tidak menunas Tirtha tersebut maka upacara yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik, demikian kisah terdahulu.
Bhatara Hyang Indra Wastran/lambang kain beliau berwarna putih, Indra dinamakan pemutaran Jagat, Pangindra sebagai Ratunya Perang, Indra penguasa Jagat, Indra berada di 3 dunia.
Bhatara Hyang Suci Nirmala Wastran/lambang kain beliau Kuning Penguasa Jagat.
Demikian musyawarah Sang Hyang catur buana, beserta Bhatari Sacipati, dan musyawarah untuk semua para Dewa dinamakan Pura Gumang, empat jalan keluar beserta Bhatara Sacipati . demikian kisah terdahulu.
Nah Desa Sareseda, Manukaya, merupakan cerita para dewa terdahulu. Pada waktu Ida dalem Masula Masuli beserta kerajaan dari pejeng memberitahukan semua patih dan para mentri serta rsi empu Ginijaya, empu Maha meru, empu Gana, Empu Kuturan beserta perbekel Bali. Pada waktu itu Ada pembicaraan Sri Bhupalaka raja Bali kepada semua Empu serta I Perbekel Bali dengan Bendesa Wayah menimbulkan banyak orang didesa pejeng, dihulu sungai pekerisab, sebelah Timur Sungai petanu, semenjak itu juga Raja Bali berbicara supaya mengerjakan atau memperbaiki Pura Mengening pelinggih Bhatara Hyang Maha Suci Nirmala, bernama Maha Prasada Agung.
Sebagai arsitektur dari bangunan Maha Presada Agung adalah Empu Raja Kerta (Empu Kuturan), juga memakai dasar asal mula lontar Asta Kosala Kosali, semenjak itu senang orang Bali semua, mendirikan pura-pura persembahan dunia semua
Sebagai manggala pendirian perbaikan pura itu adalah Sri Aji Masula Masuli beserta rakyat Bali semua, senang membangun pura, serta urunan bahan paras, serta alat lainya seperti Batuh, Pejeng, Tampaksiring.

Semenjak itu rakyat Bali sangat giat membangun pura di mengening yang sudah direncanakan oleh I Bendesa Wayah.







Sejarah Pura Mengening
Bahwasannya suatu tempat, Pura, Desa, Banjar pasti memiliki latar belakang atau sejarah tersendiri. Di dalam pemberian nama ada beberapa alternatif yang digunakan antara lain berdasarkan : kejadian di massa lalu, keadaan alam, nama daerah asal mereka, mata pencaharian, situasi kondisi saat menentukan daerah itu ataupun nama orang yang berjasa dalam merintis daerah itu dan sebagainya.
Pada umumnya kebanyakan desa, banjar diketahui melalui cerita-cerita rakyat secara turun temurun dari nenek moyang atau leluhur mereka, dan ada pula yang terbukti secara tertulis dalam prasasti, babad, pamencangah dan lain-lain yang bersifat cerita rakyat sering sekali menimbulkan banyak persepsi dalam pengungkapan sejarah Pura tersebut.
Di ceritakan sekarang dari Besakih, ada pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading. lalu di bawalah kedua anak tersebut oleh I Dukuh Sangkul Putih bersama dengan para pemangkudan I Sangkul putih memberikan nama kepada kedua anak tersebut, dengan nama I Sula untuk yang Laki-Laki dan Ni Suli untuk yang perempuan
I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar). 
Ada cerita dari Bhatara indra yang ada di tirtha empul tampak siring sedangkan Bhatara Hyang Suci Nirmala yang ada di Mengening Tampak Siring. Ada desa bangunan Bhatara Indra yang bernama Desa Manukaya   sedangkan desa bangunan Bhatara Hyang Suci Nirmala yaitu Desa Saresidhi setelah meninggalnya Raja Maya Denawa bernama Desa Sareseda. Demikian kisahnya terdahulu.
Ada sabda atau Waranugraha Bhatara Hyang suci Nirmala, Tirtha kamening ini direstui oleh Ida Bhatara Hyang Suci Nirmala, terjadilah Sidhi Wakya (tercapai segala yang di mohon) Sarwa Tattwa adnyana sandi (segala yang bersifat ketuhanan juga dicapai) beserta segala pikiran berhasil baik pahalanya. Demikian sabda beliau Bhatara Hyang Suci Nirmala, seyogyanya patut diterima oleh desa saresidhi, Wakbadja sarwa Tattwa ya (segala ucapan yang berpedoman pada filsafat (agama). Demikian kisahnya dahulu, tidak diceritakan .
Cerita I Gusti Pasek yang berasal dari majapahit yang tinggal di Bali bersama 9 orang, lalu diingatkan oleh Ida Bhatara Hyang Indra untuk tinggal di desa Tataq.
Lalu ada berita dari Bhatara, di minta untuk membagi  Tirtha Kamanalune di Darmada untuk Tirtha jernih untuk orang meninggal yang berada di medan perang, lalu I Gusti Pasek menatad Tirtha sambil mengutuk Tirha Surudayu, di jagalah oleh I Gusti Pasek Bendesa, tatadan menjadi Desa Tataq Manukaya dinamakan.
Dinamakan Tirtha Surudayuning Perang, seyogyanya Ida Bujangga di Tirha Empul, hyang Indra bersabda kepada Ida Bujangga, seharusnya melakukan Pewitra Siwa Karama atau pasangkepan dengan membawa Genitri, Maswamba tegep dengan perlengkapan sesuai dengan rencana beserta sabda dari Sang Hyang Suci Nirmala. Seyogyanya Ida Bujangga memutuskan di Pura beliau bersama Pura Tirtha Empul Pura Kamaning. Demikian sabda Ida Sang Hyang Indra bersama Sang Hyang Suci Nirmala.
Tirtha kamening tidak pantas lagi dimantrai oleh sang Bramana atau pendeta apalagi brahmana yang belum menjadi pendeta sangat hati-hati sebab akan menjadi neraka bagi sang brahmana tersebut.
Sebab lain munculnya tirtha tersebut, Sang Hyang Siwa sebagai Bapaknya Sang Hyang Sunia Murti bernama Bhatara Brahma, Bhatara Brahma bernama geni. Demikian kisahnya terdahulu.
Ida Bujangga mempunyai ayah Sang Hyang Sunia Ening. Sang Hyang Sunia Ening bernama Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Wisnu bernama juga Sang Hyang Maha Suci Nirmala. Air jernih bermula dari kesucian jagat, jagat bernama Bhatara Jagatnatha Sarasidhi. Lagi pula Sang Hyang Brahmana Siwa seyogyanya membersihkan dunia, Ida Bujangga seharusnya membersihkan Pura Mengening, Tirtha Empul, Pura Masceti, Pura Bedugul, Pura Ulun Suwi, Pura Batur, Pura Ulun Danu, Panarajon beberapa pura Ida Bhetara Wisnu sebagai pendeta beliau. Jangan tidak hati-hati lepas dari pedoman lontar Usana Bali Sang Brahmana dan Sang bujangga, kalau Sang Brahmana memantrai Tirtha atau mengembalikan mantra, akan terjadi air danau mengecil, sumber mata air mengecil, sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha tersebut. Sebab ada pertapaan bhatara yang terdahulu membawa dua (2) tangkai bunga putih, kemudian menyatukan pikiran, dua tangkai bunga, muncullah dua widyadari beserta dua manusia pengikutnya, yang satu tidur dan yang satu lagi sadar. Setelah bangundari tidur, ditinggal dari kejauhan dan yang tidur menjadi pulasar, itu yang di ke Bali beserta Ida Bhatara Indra sejak membunuh Raja Sri Raja Maya Denawa. Seyogyanya Ida Bujangga berada di tirtha empul untuk membersuhkan segala letuh atau mala yang dapat di lebur dengan tirtha darmada. Ada 33 pancoran tirtha. Dan untuk Orang meninggal di namakan Tirtha Pengentas bersama tirtha pembersih di  Ida Darmadan bersama Sang Brahmana seharusnya tidak boleh menunas, Sang Ksatria, Wesya, Arya seharusnya boleh menunas, beserta semua manusia boleh menunas, terjadilah pawisik atau wahyu, yang ditujukan kepada semua manusia boleh menunas tirtha tersebut begitulah kata Ida Bujangga.
Kalau ada upacara panca Yadnya, bernama upacara Utama, apayang tersirat pada lontar Usana Bali dan tidak dimantrai oleh Brahmana sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha Kamaning Jagat. (Jagat namanya Bhatara Jagatnatha)
Jika ada Orang Bali yang akan melakukan upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya serta ingin menyucikan pura,dunia seharurnya nunas/meminta Tirtha yaitu Tirtha Kamandalu di Pura Tirtha Empul dan Pura Kamaning/Mengening dan kalau tidak menunas Tirtha tersebut maka upacara yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik, demikian kisah terdahulu.
Bhatara Hyang Indra Wastran/lambang kain beliau berwarna putih, Indra dinamakan pemutaran Jagat, Pangindra sebagai Ratunya Perang, Indra penguasa Jagat, Indra berada di 3 dunia.
Bhatara Hyang Suci Nirmala Wastran/lambang kain beliau Kuning Penguasa Jagat.
Demikian musyawarah Sang Hyang catur buana, beserta Bhatari Sacipati, dan musyawarah untuk semua para Dewa dinamakan Pura Gumang, empat jalan keluar beserta Bhatara Sacipati . demikian kisah terdahulu.
Nah Desa Sareseda, Manukaya, merupakan cerita para dewa terdahulu. Pada waktu Ida dalem Masula Masuli beserta kerajaan dari pejeng memberitahukan semua patih dan para mentri serta rsi empu Ginijaya, empu Maha meru, empu Gana, Empu Kuturan beserta perbekel Bali. Pada waktu itu Ada pembicaraan Sri Bhupalaka raja Bali kepada semua Empu serta I Perbekel Bali dengan Bendesa Wayah menimbulkan banyak orang didesa pejeng, dihulu sungai pekerisab, sebelah Timur Sungai petanu, semenjak itu juga Raja Bali berbicara supaya mengerjakan atau memperbaiki Pura Mengening pelinggih Bhatara Hyang Maha Suci Nirmala, bernama Maha Prasada Agung.
Sebagai arsitektur dari bangunan Maha Presada Agung adalah Empu Raja Kerta (Empu Kuturan), juga memakai dasar asal mula lontar Asta Kosala Kosali, semenjak itu senang orang Bali semua, mendirikan pura-pura persembahan dunia semua
Sebagai manggala pendirian perbaikan pura itu adalah Sri Aji Masula Masuli beserta rakyat Bali semua, senang membangun pura, serta urunan bahan paras, serta alat lainya seperti Batuh, Pejeng, Tampaksiring.

Semenjak itu rakyat Bali sangat giat membangun pura di mengening yang sudah direncanakan oleh I Bendesa Wayah.

kalender Bali

About this blog

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers

Blogger news

Blogroll

About

Blogger templates

Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates